Perkakas
Pendukung (bahaya hayati)
Mikrobiologi
Mendukung kegiatan-kegiatan studi
dan laboratorium yang berada di Kelompok Bioteknologi dengan melakukan
analisis-analisis sebagai berikut :
• Perhitungan Bakteri Total
• Perhitungan Bakteri Coli
• Penetapan Tegangan Permukaan
• Penetapan Tegangan Antar Muka
• Particle Size
• Viscosity
• Identifikasi Mikroba
• Dan Lain-Lain
Senjata biologi (Biological
weapons) menjadi sesuatu yang sangat menarik, karena sifat mik-roba yang
mempunyai fungsi gan-da, yaitu :
(1) dapat digunakan un-tuk tujuan damai, meningkatkan kesejahteraan manusia pengobat-an, fermentasi, penghasil toksin, penghasil zat warna dan sebagai-nya, dan
(2) digunakan sebagai senjata pemusnah masal. Sisi yang terakhir menjadi perhatian yang serius saat ini, khususnya sejak terjadinya serangan anthrax di Amerika tahun 2001.
(1) dapat digunakan un-tuk tujuan damai, meningkatkan kesejahteraan manusia pengobat-an, fermentasi, penghasil toksin, penghasil zat warna dan sebagai-nya, dan
(2) digunakan sebagai senjata pemusnah masal. Sisi yang terakhir menjadi perhatian yang serius saat ini, khususnya sejak terjadinya serangan anthrax di Amerika tahun 2001.
Konvensi mengenai
senjata biologi sebenarnya sudah dimulai sejak tahun 1972 dan berlaku 1975 yang
pada intinya merupa-kan perjanjian internasional yang melarang pengembangan,
produk-si, penggunaan maupun transfer bahan-bahan biologi beracun un-tuk tujuan
bukan damai. Perseri-katan Bangsa-Bangsa (PBB) men-difinisikan senjata biologi
sebagai “living organisms, whatever their nature, or infective material
deri-ved from them, which are intended to cause disease or death in man,
animals or plants, and which depend for their effects on their ability to
multiply in the person, animal or plant attacked”. Begitu pentingnya
senjata biologi, menye-babkan peninjauan mengenai kon-vensi senjata biologi
diadakan se-tiap 5 tahun, tetapi sampai seka-rang konvensi tersebut belum
ber-laku secara efektif, karena belum dicapai kata sepakat pada sistim
verifikasinya, meskipun telah di-tanda tangani oleh 140 negara di dunia. Indonesia yang
telah menan-datangani konvensi, memperoleh manfaat berupa kerjasama, tukar
menukar informasi iptek berkaitan dengan bahan-bahan biologi dan toksin, serta
bantuan material dan peralatan. Sampai saat ini, peme-rintah telah membentuk
Kelom-pok Kerja Konvensi Senjata Bio-logi, yang anggotanya berbagai instansi terkait,
menyiapkan pa-yung hukum berkaitan dengan pengawasan dan penggunaan bahan
biologi berbahaya.
Dibanding dengan senjata
pemusnah masal lainnya, penga-ruh senjata biologi terhadap ma-nusia tidak
seburuk dan secepat senjata nuklir maupun kimia, teta-pi kelebihan dari senjata
biologi membuat perhatian terhadap peng-gunaan mikroba yang memba-hayakan
kehidupan manusia men-dapat perhatian lebih untuk saat ini. Kelebihan tersebut
antara lain, senjata biologi adalah :
(1) mudah untuk dikembangkan bahkan dapat dila-kukan pada laboratorium mikro-biologi berstandar minimal,
(2) memerlukan biaya yang relatif murah, dibandingkan dengan nuk-lir dan kimia (petro kimia),
(3) bisa dikerjakan oleh individu, ti-dak harus negara atau perusahaan yang besar (seperti senjata nuklir dan kimia),
(4) materialnya bisa diambil langsung dari lapang, mi-sal dari ternak yang sakit,
(5) ke-beradaannya di dalam suatu mate-rial sulit dideteksi, dan
(6) serangannya relatif tidak nampak serta pengaruhnya terhadap target sasar-an tidak langsung terlihat (ada masa inkubasi), akibatnya pem-berian perlindungan lebih dini, menjadi tidak sempat dilakukan atau mungkin juga orang yang terkena serangan telah pergi dan menjadi sumber inokulum dimana-mana.
(1) mudah untuk dikembangkan bahkan dapat dila-kukan pada laboratorium mikro-biologi berstandar minimal,
(2) memerlukan biaya yang relatif murah, dibandingkan dengan nuk-lir dan kimia (petro kimia),
(3) bisa dikerjakan oleh individu, ti-dak harus negara atau perusahaan yang besar (seperti senjata nuklir dan kimia),
(4) materialnya bisa diambil langsung dari lapang, mi-sal dari ternak yang sakit,
(5) ke-beradaannya di dalam suatu mate-rial sulit dideteksi, dan
(6) serangannya relatif tidak nampak serta pengaruhnya terhadap target sasar-an tidak langsung terlihat (ada masa inkubasi), akibatnya pem-berian perlindungan lebih dini, menjadi tidak sempat dilakukan atau mungkin juga orang yang terkena serangan telah pergi dan menjadi sumber inokulum dimana-mana.
Suatu mikroba yang
berbahaya dapat menjadi senjata biologi, karena memang sengaja diperba-nyak,
direkayasa, atau dikemas se-bagai senjata. Meskipun tidak dirancang sebagai
senjata, ia juga dapat membahayakan manusia, misalnya karena penanganan di
laboratorium yang tidak sesuai dengan prosedur/careless atau laboratorium yang
digunakannya tidak memenuhi kualifakasi ke-amanan minimal yang diperlukan untuk
bekerja dengan mikroba tersebut. Untuk menghindari hal tersebut di atas,
Reynolds M. Salerno, PhD dari Chemical and Biological Weapons
Nonprolifera-tion, International Security Center, Sandia National Laboratories,
Al-buquerque, NM, USA menekan-kan pada prinsip Memperkuat Pengelolaan
Bahaya Biologi (Strengthening Biological Risk Management), yang
terdiri dari dua komponen, yaitu :
(1) Bio-safety, dan
(2) Bio-security,
pada laboratorium atau institusi yang banyak berhubungan dengan mik-roba. Kedua
komponen ini biasa-nya dikenal sebagai “Integrated Biorisk Management”,
yang meliputi :
(a) peningkatan ”aware-ness” terhadap perubahan budaya
saat ini,
(b) memiliki terminologi yang jelas,
(c) pengembangan strategi
pelatihan, memastikan komitmen nyata para stakehol-ders,
(d) termasuk
pemerintah,
(e) terus meningkatkan kapasitas yang berdasarkan kebutuhan
kawasan/teritorial dan
(f) mem-bentuk akuntabilitas melalui pengembangan “report
cards” Negara.
Bio-safety
Bio-safety diartikan sebagai bekerja dengan aman,
yaitu usaha mengurangi atau menghindari peluang terinfeksinya pekerja atau
terlepasnya suatu mikroorganisme yang berpotensi menimbulkan ba-haya ke
lingkungan. Di tahap ini, yang perlu dilakukan adalah mere-view terhadap bahan
biologi yang sedang dikerjakan/dikoleksi, me-ngenali karakteristik biologinya
dan apakah material tersebut mempunyai potensi menimbulkan penyakit, racun atau
alergi yang berbahaya pada manusia. Setelah itu, mengevaluasi apakah
pena-nganan yang diberikan telah benar dan memadai untuk mengantisipasi
kemungkinan timbulnya akibat negatif dari material tersebut.
Laboratoriumnya biasanya
dikel-ompokkan menjadi empat kategori, yaitu :
Bio-safety tingkat
1, untuk menangani materi yang tidak mem-bahayakan orang dewasa atau mempunyai
bahaya minimal ter-hadap pekerja di laboratorium dan lingkungan.
Bio-safetytingkat
2, untuk materi yang mempunyai po-tensi menengah dalam memba-hayakan manusia
dan lingkungan.
Bio-safety tingkat 3, untuk materi berpotensi
membahayakan hingga mematikan, apabila terhisap ke dalam saluran pernafasan,
dan
Bio-safety 4, untuk materi yang sangat berbahaya dan
berasal dari luar (exotic agents) yang resikonya sangat besar, mudah
tersebar melalui aliran udara di laborato-rium dan penyakit yang memba-hayakan
kehidupan, misalnya Ebola Zaire virus. Menurut, Mr. Saleno, orang yang bekerja
di laboratoriumBio-safety tingkat 3, hanya orang-orang yang telah
ter-latih dan terbukti bekerja dengan baik di laboratorium-laboratorium yang
tingkatannya lebih rendah (Bio-safety1 dan 2), demikian juga yang
berlaku untuk laborato-rium dengan kualifikasi Bio-safety tingkat
4. Untuk masing-masing kategori, secara fisik ada standar minimal yang harus
dipenuhi oleh masing-masing kelompok labora-torium, yang selengkapnya dapat
dibaca di WHO Laboratory Biosa-fety Manual (LBM)3rd edition.
Bio-security
Bio-security adalah usaha melindungi bahan-bahan
biologi dari pencurian atau sabotase oleh siapapun yang bermaksud
me-ngembangkan atau memperbanyak senjata biologi. Bio-security sebe-narnya
mendukung agenda Bio-safety untuk mencegah tertularnya orang,
binatang atau tanaman oleh mikroba yang sedang dalam pena-nganan, dan
meminimalkan resiko pekerja untuk terkontaminasi/ tertular. Yang perlu
diperhatikan saat bekerja adalah, apakah suatu materi biologi mempunyai potensi
digunakan untuk tujuan kejahatan, dan konsekuensi apa yang timbul apabila
digunakan untuk kejahat-an. Apabila potensinya cukup be-sar, maka perlu dievaluasi
tin-dakan-tindakan yang telah, akan dan harus dikerjakan untuk meng-amankan
material tersebut.
Berdasarkan
kemungkinan-kemungkinan yang ada, komponen keamanan yang perlu dikembang-kan
padaBio-security adalah :
(a) personal security, dapat
berupavisitor control, personal screening dan seragam
kerja tertentu;
(b) material control and accountabi-lity, berupaaccountable
individual, documentation and control;
(c)transport security, berupa
cara membawa, jenis sarana yang di-gunakan, pemantauan barang saat dalam
perjalan, dan konfirmasi apabila telah sampai di tujuan;
(d) information
security, berupa pem-batasan informasi yang sensitif, akses, kewenangan
pada orang tertentu saja, dan
(e) physical security, berupa
ruang-ruang yang berlapis, area eksklusif dengan akses yang terbatas.
Bio-safety dan Bio-security merupakan
komponen yang tidak terpisah, dalam menjaga keaman-an material biologi yang
berba-haya, sehingga perlu dikembang-kan suatu system yang mendu-kung agar
kedua komponen tersebut dapat berfungsi secara maksimal. Walaupun mungkin
bentuk kerjanya tidak akan sama di setiap laboratorium, tergantung pada jenis
tingkat laboratorium yang dimiliki dan tupoksi dari masing-masing laboratorium.
Mengingat keselamatan
dan keamanan kerja biasanya tidak selalu sempurna, banyak materi atau pekerja
yang sehat sebe-narnya juga telah mengidap suatu penyakit (latent infection)
dan banyaknya bahan biologi yang berbahaya terdapat secara alami di lapang.
Maka pengelola labora-torium khususnya, harus mema-hami resiko-resiko yang
mungkin terjadi yang masih dapat dan yang tidak dapat ditolerir, serta selalu
kritis dalam menangani suatu material/sampel yang berbahaya baik mengenai
prosedur penge-lolaan maupun penyimpanannya. Kalau melihat standar fisik
mini-mal yang diperlukan, mungkin secara umum laboratorium di Balittro
tergolong dalam Bio-safety tingkat 1 karena kita tidak bekerja
dengan anthrax, Avian In-fluenza, Nipah virus dan sebagainya, tetapi adakalanya
kita menerima sampel tanah atau yang lainnya dari luar yang tidak kita ketahui
kondisinya, karena minimnya informasi dari pengirim sampel.
Beberapa kelompok spesies
cendawan misalnya kelompok Aspergilus dan Paecilo-myces (beberapa spesies
diantara-nya diketahui memparasit nema-tode dan serangga) juga diketahui dapat
menimbulkan penyakit pada manusia. Spora bakteri anthrax yang mampu bertahan
dalam tanah untuk waktu puluhan tahun, merupakan satu kelompok dalam grup Bacillus,
yaitu B. anthracis yang jenis lainnya juga banyak dimanfaatkan
bagi kepentingan di bidang pertanian. Oleh karena itu, kehatihatian harus tetap
menjadi prioritas di dalam penelitian, menerima sampel dan penanganan
selanjutnya di laboratorium, tanpa menghalangi berkembangnya kre-asi
penelitian. Untuk itu, salah satu cara untuk meminimalkan resiko yang mungkin
terjadi, perlu di-susun guidelines, prosedur standar pengelolaan
sample/bahan-bahan penelitian, pelaksanaan di labora-torium dan membentuk
system informasi dengan instansi yang telah ber-pengalaman menangani mikroba
berbahaya (Balitvet atau Litbang Depkes). Berdasarkan pada beberapa kasus
sebelumnya, misal cacar air di Inggris (1973 dan 1978), pulmonary anthrax, di
Sverdlovsk, Uni Soviet (1992) dan SARS, beberapa masalah yang banyak ditemukan
di labora-torium adalah :
(a) pengelolaan dan keterampilan yang kurang,
(b)
kurangnya pengalaman dan tenaga professional,
(c) kurangnya pema-haman mengenai
kesehatan dan keselamatan,
(d) minimnya kebijakan yang berkaitan dengan
keselamatan, dan
(e) kurangnya pengetahuan mengenai prosedur dan pelatihan
mengenai kesela-matan.
Demikian semoga bermanfaat (Dr. Dono Wahyuno,
Koordinator Laboratorium Penyakit Tanaman, Balittro)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar